Kisah Next Generation 1 - Chapter 4
Disclamer: J. K. Rowling
KISAH NEXT GENERATION 1: CIUMAN YANG SALAH
Chapter 4
Tanggal: Senin, 1 September 2017
Lokasi: Hogwarts Express
Waktu:
2 – 2.30 pm
Troli penjual makanan terletak di depan, jadi aku segera berjalan ke depan
dan membeli beberapa Coklat Kodok. Saat akan kembali ke kompartemen, aku
bertemu Daniel, dia baru saja keluar dari sebuah kompartemen kosong. Rupanya
dia baru saja mengirim burung hantu pada McGonagall.
“Daniel,” panggilku, berjalan
mendekatinya.
Dia menoleh dan menungguku
“Mau ke mana?”
“Kembali ke kompartemen, aku baru saja membeli makanan untuk Rose dan
Al...” kataku, mengangkat plastik berisi Coklat Kodok.
“Oh, sepupumu, yang suka kekerasan itu?”
Hei...hei, sabar dulu! Apa maksudnya ini?
“Mengapa kau bicara seperti itu?” tanyaku.
“Seperti apa? Seperti mengatakan kebenaran bahwa sepupumu yang aneh itu
menyukai kekerasan?” kata Daniel kejam.
“Diam!” bentakku.
Memangnya, dia saja yang bisa marah?
“Apa?” dia balas membentak. “Tapi benar kan? Aku sudah bertanya pada
Scorpius, dan dia bilang sepupumu itu memukulnya tanpa alasan.”
“Memukulnya tanpa alasan? Harusnya kau tidak mendengarnya secara sepihak,
kau harus mendengar cerita Rose.”
“Buat apa aku mendengarkan cerita anak itu? Menurutku dia tidak bisa
dipercaya.”
“Orang yang kau sebut tidak bisa
dipercaya itu adalah sepupuku!”
“Lalu kenapa? Aku sendiri heran bagaimana kau bisa punya sepupu yang
kelakuannya tidak jelas seperti itu dan―”
Plakk!
Aku menamparnya. Cukup keras sehingga, pintu kompartemen di dekat kami
terbuka dan kepala-kepala bermunculan.
“Kau menamparku, perempuan sialan!”
Daniel menyentuh bekas tamparan dan dia memandangku dengan marah.
“Ya, aku menamparmu, Brengsek, jangan coba-coba menghina sepupuku!”
“Kau tahu apa yang aku pikirkan tentang semua sepupu anehmu itu. Mereka
adalah orang-orang tidak normal yang kurang kasih sayang, sehingga mencoba
menarik perhatian orang dengan melakukan hal-hal aneh.”
“ORANG-ORANG TIDAK NORMAL YANG KURANG KASIH SAYANG?” aku menjerit.
Untuk sesaat aku tidak bisa berkata apa-apa.
“Lihat saja, adik dan sepupu yang kau bangga-banggakan itu. Tahukah kau apa
yang mereka lakukan? Mereka menyelundup
ke Hog’s Head dan memesan Wiski Api? Apakah itu bisa dikatakan normal? Lalu
peristiwa dengan burung-burung hantu itu! Adik perempuanku yang dipermainkan! Kau pikir itu normal? Aku sudah lama
ingin mengatakan ini, tapi aku menghargaimu karena aku tahu kau sangat
mencintai mereka, namun aku sudah tidak tahan lagi. Tahukah kau apa yang Potter
lakukan pada adik perempuanku?”
Suaranya sekarang begitu
keras sehingga mungkin seluruh orang di kereta bisa mendengarkannya.
“Dia mengalami mimpi buruk setiap malam!”
“Tidak, James tidak mungkin melakukan hal begitu,” kataku.
“James tidak mungkin melakukan hal
begitu?” dia meniru suaraku. “Seharusnya kau lebih memperhatikan mereka
semua—dan mengawasi bagaimana mereka bersikap.”
Habis berkata begitu dia berjalan
pergi, meninggalkanku bersama para penonton, yang satu persatu mulai kembali ke
kompartemen masing-masing.
Apa yang telah James lakukan pada adik perempuan Daniel? Mengapa aku tidak
mengetahuinya? Aku harus tahu. Aku segera berjalan cepat sepanjang koridor
menuju gerbong belakang. James pasti di sana. Benar sekali, James, Fred, Louis,
Roxanne, Dom dan Lucy duduk dalam satu kompartemen.
“James,” kataku, masuk dan membanting pintu di belakangku.
James, Fred, Louis, Roxanne, Dom dan Lucy semua memandangku terkejut.
“Victoire?”
“Apa yang kau lakukan pada adik perempuna Daniel, James?” tanyaku tanpa
basa-basi.
“Apa?” James tampak terkejut dan heran, dia bertukar pandang dengan Fred
dan Louis.
“Adik perempuan Daniel, James! Kau harus memberitahuku, karena sekarang
anak itu―dia mengalami mimpi buruk.”
“Ha? Apa yang kau bicarakan?” James tampak bingung sekarang.
“Adik perempuan Daniel...” kataku pelan dan jelas. “Apakah kau pernah
mempermainkannya, menakut-nakutinya atau apa, hal-hal yang seperti itu?”
“Entahlah,” kata James, bertukar pandang dengan Fred dan Louis lagi.
“Banyak orang yang kita permainkan, iya kan?” dia mengedip pada Fred dan Loius.
“James, aku serius,” kataku, dan segera duduk di antara James dan Fred,
kemudian memandang James. “Apakah ada anak perempuan bernama Fluge yang pernah
kausakiti atau permainkan atau apalah?”
“Fluge?” James mengerutkan kening berpikir.
“Cewek Ravenclaw itu, James!” kata Louis, membantu James mengingat.
“Betul, cewek Ravenclaw,” kataku.
“Oh, cewek berambut merah gelap itu, James,” kata Fred. “Kalau tidak salah
kau―”
“Menaruh laba-laba di dalam tasnya? Ya…” kata James. “Kenapa
dia?”
“Merlin, James, apa yang dia lakukan padamu sehingga kau menaruh laba-laba
di dalam tasnya?”
“Tidak ada, itu kan cuma bercanda.”
“Dan sekarang anak itu mengalami mimpi buruk,” kataku.
“Benarkah?” dia memandang Fred dan Louis dengan cemas.
Aku bersandar di kursi dan memejamkan mata.
Diary, mengapa semua ini terjadi padaku? Mengapa, oh mengapa adik-adik dan
sepupu-sepupuku punya kecendrungan untuk melanggar peraturan dan bersikap aneh?
Apakah yang dikatakan Daniel tentang kurang
kasih sayang itu benar? Tidak, tentu saja tidak benar, kami berlimpah kasih
sayang, malah berlebihan kasih sayang, yang kadang membuat kami tidak bisa
bergerak dan merasa seperti berada dalam penjara.
“Jangan khawatir, Victoire, aku akan minta maaf padanya,” kata James,
suaranya terdengar cemas.
Aku membuka mata dan memandang wajah cemas James.
“Kurasa tidak perlu, karena Daniel akan membunuhmu kalau kau mendekati
adiknya,” kataku.
“Kau tidak lagi berkencan dengan Daniel Fluge, kan? Kata James kau dan
Teddy―” Dom mulai.
“Tidak lagi... tidak lagi, kami bertengkar,” kataku.
“Bagus...” kata Lucy. “Kau lebih cocok dengan Teddy daripada Daniel.”
“Oh ya?” kataku mengangkat alis, lalu tanpa berkata apa-apa lagi berjalan
keluar dan membanting pintu kompartemen di belakangku.
“Kau harus mempertimbangkan Teddy, Victoire!” terdengar suara Dom.
Aku mengabaikannya dan berjalan kembali ke kompartemen Ketua Murid. Saat
aku tiba di sana, Daniel sedang duduk memandang Rose dan Al. Hampir saja aku
lupa bahwa aku menyuruh Rose dan Al menunggu di sini. Aku segera menyerahkan
makanan yang kubawa pada Rose dan duduk menghadapi Daniel.
“Aku minta maaf, aku telah menamparmu” kataku.
“Sudahlah...” kata Daniel. “Aku tahu aku juga akan marah kalau seseorang
menghina adikku.”
“Yeah...”
Kami terdiam selama beberapa saat.
“Dan mengenai hubungan kita, Victoire...” kata Daniel. “Kurasa kita tidak
akan bisa berkencan lagi. Aku sudah memikirkannya... dan memutuskan untuk―”
“Aku mengerti,” kataku.
Sebenarnya aku tidak mengerti, aku tidak tahu apa yang harus aku mengerti.
Tetapi, ini memang bagus untuk kami. Aku tahu kami tidak saling mencintai.
Daniel mungkin menganggap aku pacar yang ideal, sama seperti aku menanggapnya
begitu, tapi ideal saja tidak cukup untuk menjalin hubungan. Kami harus saling
memahami, mengerti dan terpenting mencintai kita apa adanya, juga mencintai
saudara-saudara kita.
“Aku senang kau mengerti,” kata Daniel, suaranya terdengar serak aneh.
Kami terdiam, hanya suara gemuruh kereta api yang terdengar.
“Aku akan mengecek para Prefek,” katanya, bangkit, lalu keluar.
Aku memandang tempat duduk kosong Daniel dan memikirkan saat masih
berkencan dengannya delapan bulan yang lalu. Saat-saat yang begitu indah.
“Maaf,” kata Rose, mengagetkanku.
“Mengapa kau minta maaf?” tanyaku.
“Aku membuat kalian putus,” kata Rose.
“Kau tidak membuat kami
putus,” kataku.
“Benarkah?”
“Ya, ada sedikit perbedaan di antara kami,” kataku.
“Kau lebih bagus putus dari dia, Victoire,” kata Al. “Kau lebih cocok
bersama orang yang lebih ceria agar membuatmu tertawa. Menurutku, kau terlalu
serius.”
“Sebenarnya Al sedang mengusulkan agar kau bersama Teddy,” kata Rose.
Mengapa semua orang menginginkanku bersama Teddy?
Sincerely,
Victoire
Weasley
Ketua Murid yang
menciptakan record baru (menampar Ketua Murid lainnya di koridor Hogwarts
Express)
Bersambung ke Chapter 5
0 komentar: