Kisah Next Generation 1 - Chapter 6

7:32:00 PM Unknown 0 Comments


Disclamer: J. K. Rowling

KISAH NEXT GENERATION 1: CIUMAN YANG SALAH

Chapter 6



Tanggal: Senin, 1 September 2017
Lokasi: Ruang Kepala Sekolah dan Pintu Masuk ke Ruang Kepala Sekolah
Waktu: 9 – 10 pm
“Jelaskan padaku!” kata McGonagall, hidungnya kembang kempis dan matanya menyipit. “Kau baru beberapa jam yang lalu mendapatkan lencanamu dan kau sudah melanggar peraturan pertama, Ketua Murid harus tiba tepat waktu di tempat. Kau bahkan tidak sempat mengikuti pesta, apakah ini sesuatu yang patut dicontoh dari seorang Ketua Murid?”
“Maafkan aku,” aku memandang sepatuku yang penuh lumpur.
Hening
Suara tetesan air dari jubahku dan suara nafas McGonagall seperti telah dikeraskan menjadi ratusan desibell.
McGonagall kemudian mengulang beberapa peraturan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang Ketua Murid dan aku duduk di sana basah kuyup dari ujung rambut sampai ujung kaki, menggigil kedinginan. Ya, teruslah mengoceh, sementara aku akan terduduk mati kena hipotermia.
“Daniel telah bercerita padaku tentang apa yang terjadi di kereta, dan Hagrid juga sudah memberitahuku bahwa Rose nyaris saja menenggelamkan Scorpius di danau,” kata Mcgonagall, setelah menghabiskan 20 menit menguliahiku tentang rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam menjadi seorang Ketua Murid.
Aku masih menunduk dan menggigil. Apakah aku tidak diijinkan untuk mengeringkan diriku dulu sebelum kuliah dilanjutkan?
“Walaupun Rose sepupumu, kau harus bertindak tegas padanya... Aku tidak ingin kebencian lama Weasley-Malfoy terus berlanjut di next generation ini. Cobalah bicara dengan Rose!”
“Baik...” gigilku.
Kemudian McGonagall menceritakan cerita yang sudah sering kudengar saat makan malam bersama, tentang bagaimana Grandpa dan Lucius Malfoy bertengkar di toko buku Flourish and Blotts juga bagaimana pendapat Lucius Malfoy tentang keluarga Weasley.
“Jadi, aku ingin Rose dan Scorpius, kalau bisa Al juga, berteman akrab dan membentuk hubungan pertemanan yang indah, jadi para orangtua bisa ikut berteman,” McGonagall mengakhiri pidatonya dengan memberikan pandangan super-tajam padaku.
Hahaha, Rose dan Malfoy berteman? Kalau itu terjadi, keajaiban dunia kedelapan akan tercipta. Eit, tapi, nanti dulu, tadi McGonagall bilang apa? Dia menyuruhku untuk menjadikan Rose dan Malfoy teman?
“Nah, itu tugasmu, Victoire!”
“Anda menyuruh saya untuk menjadikan Rose dan ScoMalfoy teman? Anda tidak sungguh-sungguh, kan?” Mata, pikiran, bahkan seluruh tubuhku terfokus pada McGonagall.
“Tentu saja, aku sungguh-sungguh, Victoire... Kau bisa mencari ide untuk membuat mereka berteman sambil melaksanakan tugas Ketua Murid-mu,” kata McGonagall.
Bagus, setidaknya aku belum dipecat.
“Nah, sekarang pergilah!” kata McGonagall, melambaikan tangannya menyuruhku pergi.
Dengan gigi gemeletuk, aku berjalan keluar, menuruni tangga sambil mengeringkan pakaianku, lalu tergelincir di tangga yang memutar karena lumpur licin di sepatuku. Aku terguling-guling dan berhenti dengan bunyi gedebuk keras di luar patung Gargoyle. Patung jelek itu mengeluarkan desis tawa berkepanjangan.
“DIAM!” raungku, berbaring di lantai, memejamkan mata dan berusaha mengusir rasa pusing di kepala.
Sialan! Sialan! Belum cukupkah penderitaanku ini? Apakah aku masih harus menderita gegar otak dan patah tulang?
“Victoire!”
Molly tiba-tiba muncul entah dari mana dan membantuku berdiri.
“Apa yang terjadi?”
“Tergelincir...” jawabku, mengelus bokongku yang sakit.
“Apa yang terjadi denganmu, Victoire? Kaukau tidak seperti Victoire yang biasanya!” tanya Molly, memandangku dengan aneh.
Benar, aku bukan lagi Victoire, Cucu Pertama Keluarga Weasley yang Super-sempurna, tapi sudah menjadi Victoire, Cewek yang terlihat sangat menyedihkan. Terima kasih, Teddy!
“Apakah kau masih memikirkan apa yang dikatakan Teddy?”
“APA?”
Mataku terbuka lebar, nafasku berhenti sesaat, jantungku berdebarkan kencang. Mengapa Molly bisa tahu, sedangkan dia tidak ada di sana waktu itu?
“Teddy bercerita pada kami bahwa dia mengatakan kau adalah cewek menyedihkan.”
“Apa?”
“Aku tahu kau pasti terkejut. Dia menceritakan hal itu saat liburan musim panas kemarin. Kami tidak bicara dengannya setelah itu. Kau tahu, Lucy dan Dom mencaci makinya; Roxanne menaruh kumbang dimakan siangnya; dan Fred, James dan Louis menaruh bubuk gatal di kursinya; dan masih banyak lagiKami menyuruhnya minta maaf padamu.”
“Oh ya?”
Lihatkan, Diary! Biarpun anak-anak menganggapku sebagai perusak suasana, mereka sangat menyayangiku. Mereka memilih aku dari pada orang favorit mereka, Teddy Lupin.
“Ya…. Kau seharusnya melihat wajah Teddy setelah dilempari telur oleh Rose dan Lily.”
“Apa?”
Dilempari telur?
Aku tertawa.
Oh, terima kasih, akhirnya aku bisa tertawa.
Molly juga tertawa, kami berdua tertawa dan terus tertawa dan tidak menghiraukan Baron Berdarah yang lewat di depan kami mendelik dan mengeram pada kami. Rasanya sudah lama sekali tidak tertawa, apa lagi tertawa bersama si pendiam Molly.
“Omong-omong, benarkah sekarang kau berkencan dengan Teddy?” tanya Molly, setelah cegukan sesaat.
“APA?”
Nah, nah, sepertinya aku telah mengucapkan kata itu berulang kali dan tampaknya Molly juga menyadarinya, dia berkata,
“Jangan terus mengatakan apa! Jadi benar kau berkencan dengan Teddy?”
“Tidak akuPasti James?” sergapku cepat.
Dasar biang gosip!
“Ya, James telah menyebarkannya di seluruh kastil. Kau tahukan bagaimana Hogwarts?” kata Molly. “Gosip seperti ini akan menyebar lebih cepat daripada air yang mengalir.”
“No way!”
“Yes way,” kata Molly. “Nah, jadi benar kau dan Teddy?”
“Tidak,” kataku cepat-cepat.
“Sudah kuduga. James suka sekali menarik kesimpulan yang berlawanan dengan yang sebenarnya. Lalu kata Al, kau dan Daniel putus, benarkah?”
Potters, tidak bisakah mereka bersabar satu hari!
“Ya,” aku berkata, memandang tembok kosong di depanku. “Kami bertengkar tentang Rose dan juga James.”
“Baguslah, kau bisa bersama Teddy sekarang,” kata Molly, tersenyum.
Lama-lama kesal juga mendengar kalimat yang sama terus-menerus.
“Mengapa kalian semua ingin aku bersama Teddy?”
“Karena Teddy sangat serasi untukmu, dan kurasa dia sangat menyayangimu.”
“Ya, dia juga menyayangimu, Dom, Lucy, Fred, Roxy, James dan semuanya,” kataku cepat.
“Tidak, bukan itu
“Lalu apa yang kaulakukan di sini?” tanyaku, mengubah topik. Aku tidak ingin bicara tentang diriku saja, lagi pula baru hari ini Molly bicara lebih dari lima kalimat denganku. “Ini bukan jalan menuju menara Ravenclaw, kan?”
“Er Wajah Molly berubah merah padam sampai ke telinga dan lehernya. Khas Weasley kalau sedang marah, malu, stress atau menyembunyikan sesuatu. Aku menduga yang terakhir adalah jawabannya.
“Nah, Molly? Apa yang kau sembunyikan?” tanyaku tersenyum, mengedipkan mata.
“Tidak ada,” kata Molly, memerah. “Kalau kau ingin tahu aku mau ke kantor kepala asramaku... Nah, aku pergi dulu...”
Dia berjalan cepat meninggalkanku.
Aku tidak percaya, karena kantor kepala asrama Ravenclaw terletak di sebelah kanan koridor sedangkan Molly berjalan ke sebelah kiri. Molly sedang menyembunyikan sesuatu, dan aku rasa aku tidak akan tahu sampai Molly sendiri yang bercerita. Molly sangat pandai berahasia.
Nah, Diary, hari yang benar-benar melelahkan, bukan? Sekarang tinggal bagaimana menemukan ruang rekreasi Ketua Murid di antara ribuan ruangan di Hogwarts

Sincerely,
Victoria Weasley
Yang masih bingung mencari ruang rekreasi Ketua Murid.

You Might Also Like

0 komentar: