Kisah Next Generation 1 - Chapter 6
Disclamer: J. K. Rowling
KISAH NEXT GENERATION 1: CIUMAN YANG SALAH
Chapter 6
Lokasi: Ruang Kepala Sekolah dan Pintu
Masuk ke Ruang Kepala Sekolah
Waktu: 9 – 10 pm
“Jelaskan padaku!” kata McGonagall, hidungnya kembang kempis dan matanya
menyipit. “Kau baru beberapa jam yang lalu mendapatkan lencanamu dan kau sudah
melanggar peraturan pertama, Ketua Murid
harus tiba tepat waktu di tempat. Kau bahkan tidak sempat mengikuti pesta,
apakah ini sesuatu yang patut dicontoh dari seorang Ketua Murid?”
“Maafkan aku,” aku memandang sepatuku yang penuh lumpur.
Hening—
Suara tetesan air dari jubahku dan suara nafas McGonagall seperti telah
dikeraskan menjadi ratusan desibell.
McGonagall kemudian mengulang beberapa peraturan yang seharusnya tidak
dilakukan oleh seorang Ketua Murid dan aku duduk di sana basah kuyup dari ujung
rambut sampai ujung kaki, menggigil kedinginan. Ya, teruslah mengoceh,
sementara aku akan terduduk mati kena hipotermia.
“Daniel telah bercerita padaku tentang apa yang terjadi di kereta, dan
Hagrid juga sudah memberitahuku bahwa Rose nyaris saja menenggelamkan Scorpius
di danau,” kata Mcgonagall, setelah menghabiskan 20 menit menguliahiku tentang
rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam menjadi seorang Ketua Murid.
Aku masih menunduk dan menggigil. Apakah aku tidak diijinkan untuk
mengeringkan diriku dulu sebelum kuliah dilanjutkan?
“Walaupun Rose sepupumu, kau harus bertindak tegas padanya... Aku tidak
ingin kebencian lama Weasley-Malfoy terus berlanjut di next generation ini.
Cobalah bicara dengan Rose!”
“Baik...” gigilku.
Kemudian McGonagall menceritakan cerita yang sudah sering kudengar saat
makan malam bersama, tentang bagaimana Grandpa dan Lucius Malfoy bertengkar di
toko buku Flourish and Blotts juga bagaimana pendapat Lucius Malfoy tentang
keluarga Weasley.
“Jadi, aku ingin Rose dan Scorpius, kalau bisa Al juga, berteman akrab dan
membentuk hubungan pertemanan yang indah, jadi para orangtua bisa ikut berteman,”
McGonagall mengakhiri pidatonya dengan memberikan pandangan super-tajam padaku.
Hahaha, Rose dan Malfoy berteman? Kalau itu terjadi, keajaiban dunia
kedelapan akan tercipta. Eit, tapi, nanti dulu, tadi McGonagall bilang apa? Dia
menyuruhku untuk menjadikan Rose dan Malfoy teman?
“Nah, itu tugasmu, Victoire!”
“Anda menyuruh saya untuk menjadikan Rose dan Sco―Malfoy teman? Anda tidak
sungguh-sungguh, kan?” Mata,
pikiran, bahkan seluruh tubuhku terfokus pada McGonagall.
“Tentu saja, aku sungguh-sungguh, Victoire... Kau bisa mencari ide untuk
membuat mereka berteman sambil melaksanakan tugas Ketua Murid-mu,” kata
McGonagall.
Bagus, setidaknya aku belum dipecat.
“Nah, sekarang pergilah!” kata McGonagall, melambaikan tangannya menyuruhku
pergi.
Dengan gigi gemeletuk, aku berjalan keluar, menuruni tangga sambil
mengeringkan pakaianku, lalu tergelincir di tangga yang memutar karena lumpur licin di sepatuku. Aku
terguling-guling dan berhenti dengan bunyi gedebuk keras di luar patung
Gargoyle. Patung jelek itu mengeluarkan desis tawa berkepanjangan.
“DIAM!” raungku, berbaring di lantai, memejamkan mata dan berusaha mengusir
rasa pusing di kepala.
Sialan! Sialan! Belum cukupkah penderitaanku ini? Apakah aku masih harus
menderita gegar otak dan
patah tulang?
“Victoire!”
Molly tiba-tiba muncul entah dari mana dan membantuku berdiri.
“Apa yang terjadi?”
“Tergelincir...” jawabku, mengelus bokongku yang sakit.
“Apa yang terjadi denganmu, Victoire? Kau—kau tidak seperti
Victoire yang biasanya!” tanya Molly, memandangku dengan aneh.
Benar, aku bukan lagi Victoire, Cucu Pertama Keluarga Weasley yang
Super-sempurna, tapi sudah menjadi Victoire, Cewek yang terlihat sangat menyedihkan. Terima kasih, Teddy!
“Apakah kau masih memikirkan apa yang dikatakan Teddy?”
“APA?”
Mataku terbuka lebar, nafasku berhenti sesaat, jantungku berdebarkan
kencang. Mengapa Molly bisa tahu, sedangkan dia tidak ada di sana waktu itu?
“Teddy bercerita pada kami bahwa dia mengatakan kau adalah cewek menyedihkan.”
“Apa?”
“Aku tahu kau pasti terkejut. Dia menceritakan hal itu saat liburan musim panas kemarin. Kami tidak bicara
dengannya setelah itu. Kau tahu, Lucy dan Dom mencaci makinya; Roxanne menaruh kumbang dimakan
siangnya; dan Fred,
James dan Louis menaruh bubuk gatal di kursinya; dan masih banyak lagi―Kami menyuruhnya minta
maaf padamu.”
“Oh ya?”
Lihatkan, Diary! Biarpun anak-anak menganggapku sebagai perusak suasana,
mereka sangat menyayangiku. Mereka memilih aku dari pada orang favorit mereka,
Teddy Lupin.
“Ya…. Kau seharusnya
melihat wajah Teddy setelah dilempari telur oleh Rose dan Lily.”
“Apa?”
Dilempari telur?
Aku tertawa.
Oh, terima kasih, akhirnya aku bisa tertawa.
Molly juga tertawa, kami berdua tertawa dan terus tertawa dan tidak
menghiraukan Baron Berdarah yang lewat di depan kami mendelik dan mengeram pada
kami. Rasanya sudah lama sekali tidak tertawa, apa lagi tertawa bersama si
pendiam Molly.
“Omong-omong, benarkah sekarang kau berkencan dengan Teddy?” tanya Molly,
setelah cegukan sesaat.
“APA?”
Nah, nah, sepertinya aku telah mengucapkan kata itu berulang kali dan
tampaknya Molly juga menyadarinya, dia berkata,
“Jangan terus mengatakan apa! Jadi benar kau berkencan dengan Teddy?”
“Tidak aku—Pasti James?” sergapku cepat.
Dasar biang gosip!
“Ya, James telah menyebarkannya di seluruh kastil. Kau tahukan bagaimana Hogwarts?” kata
Molly. “Gosip seperti ini akan menyebar lebih cepat daripada air yang
mengalir.”
“No way!”
“Yes way,” kata Molly. “Nah, jadi benar kau dan Teddy?”
“Tidak,” kataku cepat-cepat.
“Sudah kuduga. James suka sekali menarik kesimpulan yang berlawanan dengan yang
sebenarnya. Lalu kata Al, kau dan Daniel putus, benarkah?”
Potters, tidak bisakah mereka bersabar satu hari!
“Ya,” aku berkata, memandang tembok kosong di depanku. “Kami bertengkar
tentang Rose dan juga James.”
“Baguslah, kau bisa bersama Teddy sekarang,” kata Molly, tersenyum.
Lama-lama kesal juga mendengar kalimat yang sama terus-menerus.
“Mengapa kalian semua ingin aku bersama Teddy?”
“Karena Teddy sangat serasi untukmu, dan kurasa dia sangat menyayangimu.”
“Ya, dia juga menyayangimu, Dom, Lucy, Fred, Roxy, James dan semuanya,”
kataku cepat.
“Tidak, bukan itu―”
“Lalu apa yang kaulakukan di sini?” tanyaku, mengubah topik. Aku tidak
ingin bicara tentang diriku saja, lagi pula baru hari ini Molly bicara lebih dari
lima kalimat denganku. “Ini bukan jalan menuju menara Ravenclaw, kan?”
“Er—” Wajah Molly berubah
merah padam sampai ke telinga dan lehernya. Khas Weasley kalau sedang marah,
malu, stress atau menyembunyikan sesuatu. Aku menduga yang terakhir adalah jawabannya.
“Nah, Molly? Apa yang kau sembunyikan?” tanyaku tersenyum, mengedipkan
mata.
“Tidak ada,” kata Molly, memerah. “Kalau kau ingin tahu aku mau ke kantor
kepala asramaku... Nah, aku pergi dulu...”
Dia berjalan cepat meninggalkanku.
Aku tidak percaya, karena kantor kepala asrama Ravenclaw terletak di
sebelah kanan koridor sedangkan Molly berjalan ke sebelah kiri. Molly sedang
menyembunyikan sesuatu, dan aku rasa aku tidak akan tahu sampai Molly sendiri
yang bercerita. Molly sangat pandai berahasia.
Nah, Diary, hari yang benar-benar melelahkan, bukan? Sekarang tinggal
bagaimana menemukan ruang rekreasi Ketua Murid di antara ribuan ruangan di
Hogwarts
Sincerely,
Victoria
Weasley
Yang masih
bingung mencari ruang rekreasi Ketua Murid.
0 komentar: